Subscribe Twitter Facebook

Rabu, 30 Juni 2010

MENANGGULANGGI KEMISKINAN DALAM PRESFEKTIF AL-QUR’AN

MENANGGULANGGI KEMISKINAN
DALAM PRESFEKTIF AL-QUR’AN
Prof. Sukirman, seorang tokoh pemerhati sosial mengatakan 23 juta lebih penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Keadaan ini diperparah dengan krisis moneter, PHK, dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.(Dalam Amirulloh Syarbini,2008:217)
Realita di masyarakat membuktikan bahwa 10%penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, tidak memiliki tempat tinggal. Banyak diantara mereka yang tidur di kolong jembatan, mengemis disetiap lampu merah, mengais rezeki dari tumpukan sampah. Karena seperempat kepala keluarga tidak memiki pekerjaan. Kondisi ini diperparah dengan kekerasan yang mereka rasakan. Brapa banyak anak jalanan mati dibunuh, ditabrak kendaraan dan yang lebih menyedihkan mati karena kelaparan (Dalam Amirulloh Syarbini, 2008: 27)
Mengapa banyak manusia menutup mata ketika melihat saudaranya di bawah garis kemiskinan. Mengapa banyak masyarakat yang pura-pura tidak tau dengan realita yang ada pada saat ini. Seharusnya kita bersedih bukan malah menutup mata ketika melihat seorang ibu membunuh anaknya karena tidak mampu memberikannya makan. Seorang anak bunuh diri karena ayahnya tidak mampu membelikan sepeda.
Yusuf Qardhawi, seorang ulama kontemporer menyatkan bahwa “Menurut pandang Islam, tidak dapat dibenarkan seorang yang hidup tengah masyarakat Islam, sekalipun warga non muslim, menderita lapar, tidak berpakaian dan membujang.(Quraish Shihab,2006:449)
Dari seluruh fenomena yang ditemukan, jelas bahwa kemiskinan adalah problematika terbesar yang dialami oleh seluruh penduduk dunia. Hal ini tidak dapat dibiarkan dan tentu harus dicegah. Dalam hal ini AL-Qur’an meletakan prinsip-prinsip tentang apa yang harus diperbaharui dalam menaggulangi kemiskinan.
Miskin dari bahasa Arab terambil dari kata sakan yang berarti diam atau tenang. Sedangkan faqir dari kata faqr yang pada mulanya berarti tulang punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punngungnya sehingga tidak mampu (mematahkan) tulang punggungnya. Batasan seorang dikatakn miskin sulit untuk diukur, sebab Al-Quran sendiri tidak memberikan ukuran yang pasti.(Quraish Shihab,2006:450-451)
Selain itu, miskin dalam Bahasa Indonesia diserap dari Bahasa Arab, yakni “miskin”. Kata ini disebut beberapa kali didalam kitab suci Al-Qur’an dalam berbagai bentuk, seperti miskin (tunggal), dan masakin (jamak). Bahkan jika kita telusuri lebih lanjut, maka dapat dijumpai berbagai istilah lain dalam Al-Qur’an yang juga mengandung arti miskin, seperti al-faqir (fakir), (Al-mustadh’af(orang yang tidak mampu), as-sail(orang yang meminta-meminta), dan al-mahrum(orang yang miskin tetapi tidak meminta-minta) . Sedangkan miskin secara filosofis yaitu, bila keadaan seseorang yang menyebabkan dia tidak mampu berdiri sederajat dengan lingkungan masyatakat sekitar.( Sayid Aqil, )
Setara dengan yang disebutkan diatas, miskin menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, yaitu orang yang memiliki harta setengah dari kebutuhan hidupnya atau lebih tetapi tidak mencukupi. Artinya bahwa kemiskinan menunjuk kepada ketidakmampuan yang dialami oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara itu, menurut Imam Ahmad Bin Hanbal mangatakan ,bahwa fakir adalah orang yang harta tetapi kurang dari setengah keperluannya.(Dahlan,1996:302)
Memperhatikan akar kata miskin yang disebut di atas berarti diam atau tidak bergerak, diperoleh kesan bahwa faktor utama yang menyebabkan kemiskinan adalah sifat berdiam diri atau enggan berusaha. Salah satu penganiayaan manusia terhadap dirinya sendiri yang melahirkan berpandangan bahwa kemiskinan adalah wahana penyucian diri.
Islam sebagai Agama Rahmatan Lil Alamin peduli terhadap upaya kemiskinan yang merupakan problematika umat. Dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Al-Qur' an memberikan solusi
1. Kewajiban bekerja Setiap Individu untuk berusaha
Penciptaan manusia di muka bumi sebagai kaholifah bertujuan untuk memakmurkan dan memelihara bumi. Agar manusia mampu menjalankan fungsi kekhalifahannya itu, Allah memberikan manusia sejumlah potensi, diantara potensi yang dimiliki manusia adalah akal pikiran dan panca Indra. Allah Swt berfirman :

“katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadiakn pendengaran, penglihatan dan hati nurani bagi kamu, tetapi sedikit sedikit sekali kamu yang bersyukur”.
Akal pikiran dan panca indralah yang membedakan manusi dengan makhluk Allah yang lain, sehingga manusia dapat mengenal alam ini dan mencari penghidupan dari ala mini. Bekerja dan berusaha merupakan solusi utama dalam mengentaskan kemiskinan, karena sejalan dengan naluri manusia, dan merupakan kehormatan dan harga diri bagi setiap manusia: ali Imram ayat 14
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

[186] yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.

Ayat di atas secara tegas menggarisbawahi dua naluri manusia, yaitu naluri seksual yang dilukiskan dengan kesenangan kepada syahwat dan naluri kepemilikan yang digambarkan dengan kesenagan kepada harta benda yang banyak.
Ibnu Khaldun dalam mukadimahnya, menjelaskan bagaimana naluri kepemilikan itu mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha. Hasil kerja tersebut bila mencukupi kebutuhan pokoknya disebut rizki, dan bila berlebih disebut sebagai kasab atau hasil usaha.(Quraish Shihab,2006:453)
Allah selalu menganjurkan manusia untuk bergerak dan berusaha dalam memenuhi kebutuhan naluri manusia terutama yang berkaitan dengan naluri harta, sebagaimana firmanNya
“Tidak ada satu dabbah pun di bumi kecuali Allah yang menjamin rizkinya” (Hud,6)
6. Dan tidak ada suatu binatang melata[709] pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya[710]. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).

[709] yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang bernyawa.
[710] menurut sebagian ahli tafsir yang dimaksud dengan tempat berdiam di sini ialah dunia dan tempat penyimpanan ialah akhirat. dan menurut sebagian ahli tafsir yang lain maksud tempat berdiam ialah tulang sulbi dan tempat penyimpanan ialah rahim.
Menurut Quraish Shihab dalam tafsirnya,Al-Misbah, kata “Dabbah” terambil dari kata dabba yadubbu yang berarti bergeraka dan merangkak. Ia biasa digunakan untuk binatang digunakan untuk binatang selain manusia, tetapi makna dasarnya dapat mencakup manusia. Pemilihan kata ini mengesankan bahwa rezeki yang dijamin Allah Swt. Itu menuntut setiap dabbah untuk memfungsikan dirinya sebagaimana namanya, yakni bergerak dan merangkak, yakni tidak tinggal diam menanti rezeki namun sebaliknya, berusaha untuk mencari rezki yang telah Allah sediakan di muka bumi ini.Ayat ini memiliki keterkitan dalam surat Hud ayat 88:
88. Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika Aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya Aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah Aku menyalahi perintah-Nya)? dan Aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang Aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama Aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah Aku bertawakkal dan Hanya kepada-Nya-lah Aku kembali.
Kata “Rizqan Hasanan” rezeki yang baik untuk mengisyaratkan bahwa ada rezeki yang tidak baik yakni yang haram. Berdasarkan keterangan di atas, dapat dirumuskan bahwa rezeki adalah segala pemberian yang dapat dimanfaatkan, baik material maupun spiritual. Sebab, setiap makhluk telah dijamin Allah Swt atas rezeki mereka. Yang memperoleh sesuatu secara tidak sah/haram dan memanfaatkanya pun telah disediakan oleh Allah rezekinya yang halal, tetapi ia enggan mengusahakannya atau tidak puas dengan perolehanya. Karena Allah menjanjikan rezeki namun bukan berarti tanpa usaha.(Qurish shihab, 2002:189)
Bercermin pada ayat di atas, Dr. Yusuf Qardhawi, mengungkapkan bahwa bekerja merupakan keharusa bagi setiap muslim agar memperolehrizki dalam memnuhi kebutuhan hidup, bahkan Islam menganjurkan kepada umat muslim berjalan di muka bumi ini hingga ke penjuru dunia guna meraih rizki yang halal. Oleh karena itu, seorang muslim harus memiliki ilmu dan keterampilan. Sehingga, mampu mendapat pekerjaan. Sebab bekerja merupakan sesuatu yang sangat mulia dalam pandangan Islam. Rasulullah Saw bersabda:
“Salah seorang diantara kamu menggambil tali, kemudian membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya lalu dijualnya, sehingga ditutup Allah air mukanya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang, baik ia diberi maupun ditolak. (HR. Bukhari)
Lebih tegas lagi dinyatakan bahwa; Ibrahim ayat 34
34. Dan dia Telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Sumber daya alam yang ada di bumi ini tidak terbatas jumlahnya. Ketika salah satunya telah habis maka altenatif yang lain bila manusia mau berusaha. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk berdiam diri, sehingga manusia terjerumus kepada kemiskinan. Manusia tidak diperintahkan Allah untuk mencari kelebihan atau kecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagiaman firman Allah Swt al-jum ah ayat 10
10. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Rasullulah sangat menghargai hasil usaha seseorang yang mengumpulkaan kayu bakar untuk dijual, lebih baik dari meminta-minta di jalan, Karena hasil usaha dari tangan sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup lebih utama dari pada meminta-minta.

“Salah seorang diantara kamu menggambil tali, kemudian membawa seikat kayu bakar tersebut di atas punggungnya lalu dijualnya, sehingga ditutup Allah air mukanya, itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang baik atau pun ditolak.
2. Kewajiban Orang Lain
Sebelum menguraikan cara kedua ini, perlu terlebih dahulu digarisbawahi bahwa menggantung masalah kemiskinan hanya pada sumbngan suka rela dan keinsyfan pribadi yang tidak mungkin diandalkan. Teori ini telah dipraktekan berabad-abad namun tidak pernah memuaskan .
Sebagian orang sering kali mersa bahwa maslah kemiskinan bukan merupakan tanggung jawab negara untuk menangguklanginya. Mereka lupa bahwa disetiap harta yang dimiliki ada hak orang lain dalamnya. Allah SWT berfiraman dalam surat AZ –Dariyat ayat 19
19. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[1417].

[1417] Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.

Dalam membnantu orang miskin, lebih diutamakan membantu keluarga te`rlebih dahulu, atau dalam bahasa lain “ jamantar keluarga satu rumpun”, sehingga setaip keluarga harus saling tolong-menolong, saling menjamin dan mencukupi.al-anfal 75
75. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu Kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)[626] di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

[626] Maksudnya: yang jadi dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin dan anshar pada permulaan Islam.
Kemudian dalam surat al-isra’ ayat 26
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Ayat ini mengarisbawahi adanya hak bagi keluarga yang tidak mampu terhadap yang mampu. Dalam mazhab Abu Hanifah member nafkah kepada anak cucu, atau ayah dan kakaek adalah kewajiabn walaupun bukan muslim
Selain infaq dan sedekah kepada sesama muslim, terutama keluarga serumpun, zakat merupakan solusi yang dapat mengurangi kemiskinan.Agama Islam mewajibakan mengeluarkan zakat sebagai salah satu dari Rukun Islam yang lima. Dari sini dapat dipahami bahwa keberagaman seorang Muslim tidak akan sempurna tanpa ia menunaikan kewajiban yang terkait dengan pemanfaatan sebagian harta yang dimilikinya untuk kepntingan umat. Hal ini dapat diartikan pula bahwa motivasi keagamaan dapat dijadiakan landasan bagi uamt Islam untuk turut menanggulangi kemiskinan
Alalh Swt berfirman : 103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

[658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

Dalam tafsir Depertemen Agama, Allah memerintahkan nabi Muhammad untuk menggambil sebagian harta dari pemilik yang nanti akan dibagiakan kepada orang yang membutuhkan. Faedah dari zakat itu sendiri untuk mensucikan hati pemiliknya dari sifat angkuh,sombong dan cinta yang berlebihan kepada harta sehingga meembuat lalai kepada perintah Allah.Kalimat “Tuzakkihim” yang artinya mensucikan dengan zakat, menunjukkan bahwa dengan berzakat akan menambah keridoan Allah.
Asbabun nuzul ayat tadi menurut Imam As-Syuti dalam bukunya Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul adalah berkenaan dengan permintaan Abi Lubabah kepada Rasul. Dia berkata, “Ya Rasulullah, harta kami banyak, ambilah dan sedekahkanlah batas namaku, serta mintalah ampun bagi kami”. Rasulullah menjawab, Maaf ya Lubabah, saya tidak diperintahkan oleh Allah untuk mengggambil harta siapa pun. “Tatkala itu turunlah ayat tadi memerintahkan kepada Rasulullah untuk menggambil harta Lubabah sebagai zakat, disyaratkan dengan ayat tadi.
Lebih lanjut lagi Imam Al-Sayuti menjelaskan kalimat “Tutohiruhum” yang artinya mensucikan, menujukkan, bahwa zakat merupakan sebab kesucian harta dan orang yang memiliki harta”
Kewajiban mengeluarkan zakat sesuai ayat di atas memeiliki hikmah yang sangat besar dalam menanggulangi kemiskianan diantara hikamh zakat adalah untuk membersihkan harta dari hak orang lain, hak fakir miskin, dan hak orang yang kelaparan di pinngir jalan.
3. Kewajiban pemerintah
Pemerintah memiliki peranaan penting dalam menanggulangi kemiskinan, hal ini bisa dilakukan dengan berbagai sumber dana yang dipunngut oleh Negara melalui jalan yang sah . Diantara yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memunggut pajak, pajak tersebut bisa dikelola seperti membangun usaha kecil para karyawan diambil dari anak jalanan dan gelandangan. Anak tersebut dididk keterampilan. Ketika mereka suadah memiliki ketrampilan , maka pemerintah memberikan modal usaha untuk mendirikan usaha. Dalam menjalankan usaha harus selalu dalam bimbingan pemerintah, hingga benar-benar mampu untuk diberikan kebebasan/kemandirian dalam menjalankan usaha.
Pembangunan usaha kecil yang dananya dari uang pajak bisa membantu dalam menanggulangi
Kemiskinan, dan mengurangi pertumbuhan anak jalanan yang semakin pesat jumlahnya, sehingga, diharapkan setelah mereka mampu membuka usaha sendiri, bisa mengajak orang lain dan jumlah orang miskin dan anak terlantar dikurangi.
Selain pengelola pajak yang baik pemerintah juga sudah harus memulai perubahan system perekonomian di Indonesia, system perekonomian kapitalisme yang mana setiap individu yang memiliki modal bebas menguasai perekonomian, sehingga terjadi kesenjangan sosial, digantikan dengan system ekonomi syariah. Hal ini lebih dikarenakan, system kapitalisme dirasakan gagal dalam melaksanakan pembangunan negara, terutama dalam usaha pemberantasan kemiskinan
Sistem ekonomi kapitalisme yang dibanggakan Barat berdampak pada kesenjangan sosial yang makin terlihat, ini
Dapat disimpulkan, solusi yang diberikan Al-Qur’an dalam mengentaskan kemiskinan dengan berusaha dan bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup, selain usaha individu kewajiban setiap manusia untuk saling menolong satu dengan yang lain. Yang terakhir kewajiban pemerintah untuk membuka lapangan pekerjaan atau dapat melalui zakat produktif.
By: M2KQ 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger