Subscribe Twitter Facebook

Rabu, 30 Juni 2010

Kesetaraan Gender Dalam Presfektsif Al-Qur’an

Kesetaraan Gender Dalam Presfektsif Al-Qur’an

Laila Ahmad dalam buku Women and Gender in Islam menggambarkan bagaimana praktik jilbab dan pemingitanperempuan masih diberlakukan pada perempuan Islam di Timur Tengah. Sehinnga, hanya sedikit sekali diantara mereka yang mempunyai akses untuk memasuki dunia public yng lebih luas.

Di Indonesia juga terjadi hal yang sama. Dalam kitab-kitab keagamaan yang dipakai, terutama yang ditemukan pada kelompok Islam tradisional, aura bias gender kelihatan sangat kental. Menurut kitab Uqud Al-Lujain karangan Syaikh Nawawi Al-Banteni yang banyak dipakai pesantren di Jawa, kewajiban utama perempuan adlah melayani suami. Istri adalah perempuan yang tertahan dalam rumah suaminya. Dan pandangan sepeti ini tidak hanya ditemukan dalam kitab Uqud Al-Laujain saja, melainkan juga pada kitab-kitab lain yang menjadi rujukan para ulama.(Dalam Siti Musdah Mulia, 2003: 87)

Akibat kesalah pahaman terhadap Islam atau ketidak mampuan dalam memahami Islam radikal. Sebagaian pengamat barat mengapa Islam sebagai agama yang tidak ramah terhadap perempuan. Dikatakan oleh salah seorang diantara mereka, Earl Of Cormer, dalam Modern Egypt , Islam sebagai sebuah system sosial yang gagal sama sekali”.

Semua pendapat di atas akan terbantah bila kita melihat sejarah peradaban manusia tentang bagaimana wanita diposisiskan dalam masyarakat sebelum Islam? Sejarah peradaban manusia mencatatat bahwa kedudukan wanita, sebelum datanganya Islam sangat menghawatirkan. Mereka tidak dipandang sebagai manusia yang pantas dihargai.

Lebih dari itu, wanita dipandang sebagai makhluk pembawa sial dan memalukan serta tidak mempunyai posisi terhormat dalam kehidupan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari tradisi Hindu, sebagaimana yang ditulis dalam buku The Encylopedia Britannica bahwa cirri seorang istri yang baik adalah wanita yang pikiran, perkataan, dan seluruh tingkat lakunya selalau patuh pada suami. Bagimanapun sikap seorang suami terhadapnya.

Dalam tradisi Romawi Kuno disebutkan wanita adalah makhlik yang selalu tergantunga pada laki-laki. Jika seorang wanita menikah, maka disa dan hartanya otomatis menjadi hak suami.

Tidak jauh berbeda dengan dua tradisi di atas, dalam tradisi Arab, kondisi wanita sebelum datangnya Islam lebih memperhatinkan. Anak perempuan yang baru lahir dibunuh hidup-hidup. Wanita selalu dipaksa untuk taat kepada kepala suku dan suaminya. Mereka dipandang seperti bintang ternak yang bisa dikontrol, dijual, bahkan diwariskan.(Dalam Siti Musdah Mulia, 2003:20)

Dalam tradisi Arab Jahiliyah seorang laki-laki tidak mempunyai batasan dalam memiliki istri. Kepala suku berlomba-lomba mempunyai istri sebanyaknya untuk memudahkan membngun hubungan family dengan suku lain. (Abu’l Hasan,1988:94)

Tradisi lain yang berkembang di masyarakat jahiliyah sebelum Islam datang dalah tiga jenis bentuk pernikahan yang jelas-jelas mendiskreditasikan wanita. Pertama, Nikah Al-Dayzan, dalam tradisi ini jika suami seorang wanita meninggal, maka anak tertaunya berhak untuk menikah i ibunya . Jika sang anak berkeinginan untuk menikahi ibunya , maka anak san anak cukup melempar sehelai kain kepada ibunya maka secara otomatis dia mewarisi ibunya sebagai istri. Kedua, Zawd Al-balad, yaitu dua orang suami yang bersepakat untuk saling menikahi istrinya tanpa perlu adanya mahar. ini Ketiga, Zawd Al-Istibda. Dalam hal

Ini seorang suami bisa dengan paksa menyuruh istrinya untuk tidur dengan laki-laki lain sampai hamil dan bila sudah hamil sang istri dipaksa untuk kembali lagi kepada suami semula. Dengan hal ini diharapkan sang istri memperoleh bibit unggul dari orang lain yang memepunyai kelebihan. (Abu’l Hasan,1988:94)

Dari pemaparan bentuk-bentuk tradisi masyarakat pra-Islam terhadap wanita di atas, kita dapat berasumsi bahwa wanita sebelum Islam sangat dipandang rendah dan tidak memiliki posisi yang wajar di masyarakat.

B. Kedudukan Wanita Dalam Islam

Ketika mendiskusikan tentang Islam , tidak bisa dihindari untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan hadis. Banyak sekali ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang wanita, bahkansalah satu surat dalam Al-Qur’an disebut dengan surat An-Nisa (wanita). Term persamaan antara laki-laki dan perempuan dimata Tuhan tidak hanya terbatas pada hal-hal spiritual atau isu-isu relegius semata. Lebuh jauh Al-Qur’an menggambarkab persamaan hak laki-laki dan perempuan.

Menurut Al-Qur’an laki-laki dan peremouan memilki Human Nature yang sama. Al-Qur’an menyatakan kedua jenis kelamin laki-laki dan wanita , masing-masing berdiri sendiri. Al-Qur’an sama sekali tidak pernah menyebutkan baahwa Hawa tercipta dari tulang rusuk Adam. Bahkan jenis kelamin mana yang dahulu diciptakan . Hal ini dijelaskan Allah dengan jela dan tegas

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama. Dari padanya diciptakan istrinya dan dari padanya Allah memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. “(An-Nisa;10)

10. Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Fakta bahwa Al-Qur’an tidak secara spesifik menyebutkan jjenis kelamin mana yang telebih dahulu adalah bukti tidak adanya perbedaaan gender dalam pandngan Islam.

Pemahaman yang mengatakan kata Nafsu Wahidah tidak yang memehamai tidak menunjukan jenis kelamin tertentu ditolak oleh beberapa ulama . Karena beberapa mufasir bahwa Nafsu adalah Adam dan kata Zaujaha adalah Hawa, inilah pendapat yang disamapaikan Quraish Shihab, Ibnu Katsir dan beberapa mufasir lainnya.

Perbedaaan yang terjadi dalam penafsiran ayat di atas dalam mamahami makna Nafsu Wahidah

Yang memahami Hawa dan Adam diciptakan dari tanah, dan sebagian ayat lain mengatakan Adam dari tanah, dan sebgian yang lain mengatakan Adam dari tanah dan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam

Penafsiran yang berbeda dalam ayat ini lebih dikarenakan takutnya terjadi bias gender , sehingga sebagian penggangung fanimisme menggap bahwa Adam dan Hawa berasala dari tanah bukan dari tulang rusuk Adam.

1. Kedududkan Wanita Dalam Bidang Ekonomi

Untuk hal-hal yang bersifat ekonomis, Al-Qur’an mengenal adanya hak penuh bagi seorang wanita sesudahdan menikah. Jika sebelum menikah seorang wanita memiliki kekayaan pribadi begitu pula setelah dia menikah.

“Dan jaganlah kamu berangan-angan terhadap apa yang dikaruniakan keppada sebagian kamu lebih banyak darisebagian yang lain. Bagi laki-laki ada bagianya dari apa yang mereka usahkan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunian-NYA. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu .(An-Nisa:32)( Siti Musdah Mulia,

32. Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-MIsbah menjelaskan makna “Wala Tatamanau ma FadalaAllah Bihi Ba’dukum ala Ba’di” Dan janganalah kamu berangan-berangan yang menghasilakn ketamakan terhadap apa yang dikaruniakan Allah terhadap sebgian kamu. Seperti, harta benda, kedududkan, kecerdasan,nama baik, yang jumlahnya lebuh banyak dan lebih baik, dari apa yang dianugerahkan –NYA kepada sebagian yang lain .

Allah menganugerahkan kepada setiap orang apa yang terbaik untuknya guna menjalankan fungsi dan misinya masing-masing . dalam kehidupan dunia, sehingga tidak ada perbedaan antara pria dan wanita selama mau berusa menadapatkan apa yang merka inginkan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT Ar rijalu nasibun mima kasabu.”bagi laki-laki sesuai dengan apa yang diusahakan dan bagi wanitab sesuai dengan apa yang dia usahakan”.

Waris menjadi permasalahan yang sering diangkat dalam permasalaah kesetaraan gender. Yang menjadi akar permasalahan adalah ketentuan yang menyatakan bagian seorang anak laki=alaki sama dengan bagian anak perempuan

11. Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

[272] bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah Karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (lihat surat An Nisaa ayat 34).

[273] lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.

Ayat di atas secara dohirnya terlihat ketidak adialn Allah dalam pembagian warisan. Tetapi apabila kita teliti dengan lebih dalam pasti kita akan mengetahui mengapa Allah memberikan anak laki-laki lebih banyak dari anank perempuan.

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, laki-laki mmbutuhkan harta lebih banyak karena laki-laki sebagai sumi dialah yang menggung istri. Alasan di atasa juga dikemukakan oleh Hamka dalam tafirnya Al-Azhar

Al-Lusi dan Ar-Razi selain menggemukakan alas an di atas, mereka juga mereka juga menggemukakan alas an yang berhubungan dengan nilai dan sifat dan wanita. Menurut mereka bil perempuan diberi harta yang banyank dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, hal ini disebabakan akal dan agama mereka tidak sesempurn a laki-laki. Dengan ketidak sempurnannya akal dan agama mereka dikhwatirkan tidaka dapat menggelola nafsunya dalam menggunakan harta.

Uraian di atas membuktikan bahwasanya 2:1 dalam hal harta warisan bukan berarti Islam tidak adil terhadap wanita. Namun, karena perhatian Islam terhadap wanita maka wanita diberikan hak yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Pembangian waris wanita 2:1 jauh lebih baik bila kita bandingkan dengan wanita pra Islam. Sitem pembagian harta pada masa jahiliyah bersifta diskriminatif. Kum perempuan dan anak sama sekali tidak mendapatkan hak waris dari peninggalan suami atau orang tua mereka.(Dalam Siti Musdah Mulia,2003:13)

Alasan mereka bagaimana mungkin kami memberkan warisan kepada orang yang tidak pernah meganggat senjata dan tidak pernah berperang melawan musuh.

2. Posisi Wanita Dlam Bidang Publik.

Dalam konteks kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang public, sering muncul pertanyaan. Apakah perempuan diberikan izin menggambil peran public sebagaiamana laki-laki. Apakah perempaun dibatasi rumah saja, apakah boleh melakukan beberap peran tertentu saja?

Jika kita teliti maka kita akan menemukan beberapa ayat yang dapat dijadiakn dalil bahwa perempuan memiliki hak (peluang) yang sama denagn laki-laki. Seperti yang digambarkan dalam surat An-Naml ayat 22-23.

22. Maka tidak lama Kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku Telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari negeri Saba[1094] suatu berita penting yang diyakini.

23. Sesungguhnya Aku menjumpai seorang wanita[1095] yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar.

[1094] Saba nama kerajaan di zaman dahulu, ibu kotanya Ma'rib yang letaknya dekat kota San'a ibu kota Yaman sekarang.

[1095] yaitu ratu Balqis yang memerintah kerajaan Sabaiyah di zaman nabi Sulaiman.

“Maka tidak lam kemudian datangalah hud-hud, lalu ia berkata, “Aku telah mengetahui sesuatu yang tidak kamu ketahui dan aku bawa kepadamu dari negeri saba’ suatu berita penting yang diyakini, sesungguhnya aku menjumpai seorang perempuan yang memerintahkan mereka. Dan anugerahkan segala Sesutu serta mempunyai singsana yang besar. (An-Naml:22-23).

Dalam ayt lain Allah berfirman: an-nisa ayat 32

32. Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Demikianlah beberapa ayat yang memberikan peluang kepada wanita untuk melakukan peran publick sama dengan laaki-laki. Dari ayat diatas dapat disebutkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam peran public. Problem kesetaraan baru muncul tatkala ada beberapa ayat yang memberikan kesan diskriminatif terhadap perempuan. Seperti firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33 (Dalam Yunahar Ilyas,2006:172)

33. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu[1215] dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu[1216] dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait[1217] dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

[1215] Maksudnya: isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. perintah Ini juga meliputi segenap mukminat.

[1216] yang dimaksud Jahiliyah yang dahulu ialah Jahiliah kekafiran yang terdapat sebelum nabi Muhammad s.a.w. dan yang dimaksud Jahiliyah sekarang ialah Jahiliyah kemaksiatan, yang terjadi sesudah datangnya Islam.

[1217] Ahlul bait di sini, yaitu keluarga rumah tangga Rasulullah s.a.w.

Ibnu Katsir berpendapat bahwasannya ayat ini memiliki makna secara umum (bukan hanya isrti nabi) akan tetapi Ath-Thabari mengatakan bahwasannya ayat ini khusus hanya untuk istri nabi saja. Sekaeang terserah kita ingin memahami khusus pada istri nabi atau berlaku untuk umum. Sebagian dari masyarakat menganggap wanita tidak boleh memimpin, hal ini di dasari dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 34

34. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

[289] Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.

[290] Maksudnya: Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.

[291] Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.

[292] Maksudnya: untuk memberi peljaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.

At-Thabari dalam tafsirnya menegaskan “Qawamuna” bahwasanya kepemimipinan laki-laki dan perempuan itu didasarkan pada refleksi kekuatan fisik, pendididkan untukmenemuhi semua kewajiban yang telah ditetapkan Allah .(

M. Quraish Shihab mengartiakn Qawamuna disini adalah, “Kepemimpinan yang mencakup penuh kebutuhan, perhatian, pemeliharaan, pembelaaan dan pembinaan. Sedangkan Ibnu Katsir mengartikan” Qowamuna” suami adalah qayim atas istri dalam artian dia adlah pemimpin , pembesar, penguasa dan pendiddik jika istri bengkok.

Sekalipun dengan ungkapan berbeda-beda akan tetapi jelas disisni, laki-laki adlaah pemimipin. Dalam kontes ayat ini diartikan suami adalah pemimipin bagi istrinya dalam bahtera rumah tangga dan salah bila sebagia dalil akan larangan wanita memimpin.

3. Posisi Wanita Dlam Bidang SOsial

Posisi wanuta dalam bidang sosial dapat dilihat bagi kedududkan wanita sebagai anak, istri dan ibu dalam Islam. Ketika tradisis penguburan hidup-hidup bayi wanita menjamur pada tradissi Arab Jahiliyah. Islam dengan tegas melarangnya dan menganggap tradissi tersebut sebagi tradisi yang tidak bermoral.(Dalam Siti Musdah Mulia, 2003: 31)

Lebih lanjut, sebagai ibu wanita memiliki posisi yang sangat terhormat, Islam memerintahkan kepada anak untuk selalu berbakti kepada kedua orang tua terutama ibu, sebagaimaan terdapat dalam sebuah hadis ysng diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim;

“Datang seorang laki-laki kepada RASULULLAH kemudian berkata Wahai Rasullah siapa yang lebih berhak untuk aku hormati, kemudian Rasulullah berkata,ibumu, kemudian siapa, ibumu,kemudian siapa ibumu, kemudian siapa bapakmu, (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menggambarkan bagaimana perhatian Islam yang sangat menghormati wanita, seperti penggambaran ibu yang sampai diulang beberapa kali pada hadis ini.

13. Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

By: M2KQ 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger